Jumat, 22 Januari 2010

DIFERENSIASI BISNIS RITEL




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Bisnis pasar modern sudah cukup lama memasuki industri retail Indonesia dan dengan cepat memperluas wilayahnya sampai ke pelosok daerah. Keberadaan mereka banyak menimbulkan pendapat pro-kontra. Bagi sebagian konsumen pasar modern, keberadaan INDOMARET dan ALFAMART memang memberikan alternatif belanja yang menarik. Selain menawarkan kenyamanan dan kualitas produk, harga yang mereka pasang juga cukup bersaing bahkan lebih murah dibanding pasar tradisional. Sebaliknya, keadaan semacam ini jelas membuat risau para retailer kecil. Banyak dari retailer kecil mendapat imbas dari kehadiran pasar modern seperti INDOMARET dan ALFAMART dengan turunnya pendapatan mereka secara signifikan.
Kondisi ini semakin terasa, setelah dikeluarkannya Keppres No 96/1998 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal. Keberadaan Keppres ini mengundang masuk retailer asing untuk membuka usahanya di Indonesia. Sampai pertengahan tahun ini (Kapanlagi.com, 2003).
Masalah persaingan merupakan konsekuensi logis yang timbul dengan hadirnya retailer modern. Permasalahan timbul ketika retailer modern mulai, memasuki wilayah keberadaan retailer tradisional. Ekspansi agresif untuk pendirian pusat perbelanjaan modern ini sudah mendapat izin dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan dimana proses pemberian izin oleh aparat setempat tidak dilakukan secara transparan dan sering berbenturan dengan berbagai kepentingan pribadi didalamnya. Beberapa faktor yang perlu dikaji dalam industri retail tersebut adalah faktor regulasi, faktor efisiensi produk dan economics of scope, faktor lokasi, faktor perilaku konsumen termasuk pola selera konsumsi masyarakat serta karakteristik dari produk yang dijual.
Usaha kecil dengan modal terbatas layak untuk mendapatkan perhatian dari KPPU mengingat mereka terbukti tidak rentan terhadap imbasan krisis multidimensional yang melanda Indonesia sejak 1997. Dari sudut pandang UU No 5. Tahun 1999 mengenai anti monopoli dan persaingan tidak sehat, kajian sektor retail ini dianggap penting karena aspek persaingan akan dikaji melalui berbagai sudut pandang dari pasal-pasal dalam undang-undang tersebut. Potensi pelanggaran pelaku usaha akan dikaji lebih jauh dengan menggunakan kacamata persaingan usaha.
Dengan adanya penjelasan diatas akan terdapat perbedaan-perbeedaan yang akan memberikan penjelasan bagi kita, dengan adanya hal tersebut saya disini memilih tema yang berjudul “diferensiasi bisnis ritel”.

I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan dalam latar belakang masalah diatas, maka adapun permasalahan dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah definisi dari diferensiasi bisnis ritel?
b. Apa saja ciri-ciri dari diferensiasi bisnis ritel?
c. Bagaimana penerapan diferensiasi yang berhasil dalam bisnis ritel?
d. Apa saja keputusan-keputusan yang harus dibuat seorang peritel?
e. Bagaimana persaingan industri ritel

I.3 Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui pengertian dari diferensiasi bisnis ritel
b. Untuk mengetahui ciri-ciri diferensiasi bisnis ritel
c. Untuk mengetahui bagaimana penerapan diferensiasi yang berhasil dalam bisnis ritel
d. Untuk mengetahui keputusan-keputusan yang harus dibuat seorang peritel
e. Untuk mengetahui persaingan industri ritel

1 komentar:

  1. The composition of the shares of issuers of Alfamart minimarket outlets has now changed. This is in line with the emergence of the name of individual investor in HC Alfamart , Jonathan Chang as the shareholder of PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT).

    As of May 26, 2020 Jonathan Chang controlled 2,545,228,500 shares of Alfamart. The amount is equivalent to 6.13% of paid up capital and fully placed in AMRT. As a reference, as of May 20, 2020 the name Jonathan Chang has not yet appeared as an investor with a share ownership above 5%, based on data from the Indonesian Central Securities Depository (KSEI).

    KONTAN has not been able to confirm some information to Jonathan Chang.

    So far there is no complete information about Jonathan Chang's identity and background. He is only known as a local investor whose address is in Kebayoran Lama, South Jakarta about Capital Alfamart

    Also Read: HMSP, AMRT, MIDI, SSIA and DSNG will pay dividends after Lebaran, note the full schedule What is clear, as Jonathan Chang entered, PT Sigmantara Alfindo's ownership of AMRT shares remained unchanged.

    The controlling shareholder of AMRT still controls 51.52% of Alfamart shares. Thus, it is very likely that Jonathan Chang bought up AMRT shares from the hands of investors whose minority share ownership.

    Because, before he entered, Sigmantara Alfindo was the only investor in AMRT with ownership of more than 5%. Another thing, on May 26, 2020 there were no large transactions that took place on AMRT shares.

    Crowded in negotiations

    However, if the transaction data is withdrawn from March 24, 2020 to May 26, 2020, a large accumulation of transactions takes place in the negotiating market.

    The total number of shares traded was 202,854,078 shares valued at Rp 170.5 billion. PT UBS Sekuritas Indonesia was recorded as the largest brokerage broker in this period.

    UBS became a broker of 115,541,500 shares crossing transactions. With an average price of Rp 822 per share, the total transaction value reaches Rp 95 billion. Also Read: Alfamartku network managers benefit trillions of rupiah in 2019

    Oh yes, March 24, 2020 was used as a benchmark because on that date AMRT's share price was at its lowest point since May 25, 2018. AMRT's own share price has gone up quite recently.

    From March 24, 2020 to May 28, 2020 the share price has jumped 45.60% to the level of Rp 910 per share.

    BalasHapus